Cari Blog Ini

Senin, 12 Desember 2011

KETIDAK ADILAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN ( Part 2 ) Oleh : Suyandi Saputra




Disamping persoalan tentang ketidakadilan yang terdapat pada guru honor, masih ada persoalan lain yang dilihat tidak adil dalam sisitim pendidikan kita. Persoalan yang senantiasa menjadi sorotan dalam dunia pendidikan masih saja seputar kualitas output (lulusan) yang ditandai dengan rendahnya standar nilai ujian akhir nasional yang ditetapkan pemerintah. Rendahnya standar yang ditetapkan pemerintah ini secara tidak langsung menggambarkan harapan kita terhadap kualitas lulusan yang rendah pula. Namun demikian di sisi lain ternyata bahwa, sebagian besar para praktisi pendidikan di lapangan sangat "resah" dengan adanya aturan penetapan standar kelulusan siswa tersebut, mengingat kualitas prosesnya yang masih belum dapat menjamin pencapaian angka standar.

Standar 4,0 memang suatu angka yang relatif sangat rendah untuk dapat diterima sebagai suatu gambaran terhadap kualitas hasil dari proses pendidikan yang kita harapkan. Namun demikianlah realitas yang ada. Sementara bagi sebagian besar pihak praktisi di lapangan yang sangat memahami kualitas proses yang dilakukan menganggap itu (baca; 4,0) sebagai standar yang sangat tinggi untuk dapat dicapai oleh para siswanya.

Padahal menurut asumsi saya bahwa, standar 4,0 yang diatur oleh pemerintah tidak didasarkan atas target mutu hasil yang dicita-citakan. Akan tetapi lebih merupakan hasil penyesuaian terhadap kenyataan di lapangan. Dan Penetapan angka 4,0 ini tidak dapat memberikan cukup energi bagi para praktisi untuk memacu kinerja dan meningkatkan kualitas proses pendidikan. Apalagi untuk mencapai standar tersebut masih mentolerir adanya kebijaksanaan untuk merekayasa proses pelaksanaan ujian oleh pengawas ujian dan rekayasa pemberian nilai oleh panitia ujian/guru. Sehingga kita tidak pernah benar-benar dapat memperoleh gambaran tentang mutu hasil dari proses pendidikan yang kita lakukan.

Meski demikian ada juga sebagian kecil sekolah yang dapat melampaui standar yang ditetapkan pemerintah dengan mudah. Hal ini menggambarkan adanya disparitas mutu pendidikan, dan kenyataannya memang disparitas yang terjadi cukup tajam. Ketika misalnya kita mencoba membandingkan antara sekolah negeri dengan swasta, kemudian antara sekolah yang berada di bawah lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dengan yang berada di bawah Departemen Agama, maka terlihat dengan jelas terjadi perbedaan yang sangat tajam dari aspek kulitas proses dan kualitas hasil. Contoh yang lebih kongkrit misalnya antara SMU Negeri 1 Mataram dengan SMU Muhammadiyah Masbagaik (antara negeri dan swasta), terjadi disparitas mutu hasil dan mutu proses yang sangat tajam. Contoh lain misalnya, antara SMU 1 Selong dengan Madrasah Aliyah NW Lendang Nangka (antara Lembaga pendidikan dibawah Depdiknas/negeri dengan Depag/swasta) nampak terjadi hal (disparitas) yang sama tajam.

Persoalan disparitas dalam aspek kualitas proses dan kualitas hasil pendidikan ini, disamping faktor-faktor yang lain, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh ketidak adilan pemerintah dalam menerapkan kebijakan bidang pendidikan. Hal ini (ketidak adilan dalam penerapan kebijakan bidang pendidikan), sangat dirasakan terutama oleh lembaga pendidikan swasta (private education) misalnya dalam distribusi bantuan anggaran biaya operasional pendidikan, distribusi bantuan tenaga kependidikan (guru) ke sekolah-sekolah, distribusi bantuan baik yang berbentuk pengadaan sarana-prasarana dan fasilitas pendidikan, distribusi pemberian beasiswa, distribusi peluang dan kesempatan mengakses informasi tentang pendidikan, dsb.

Persoalan ketidak adilan pemerintah ini bahkan juga dirasakan sangat jelas oleh para guru terutama oleh mereka yang berada di sekolah-sekolah swasta, misalnya dalam mengakses peluang dan kesempatan bahkan informasi untuk membina dan meningkatkan karir profesi keguruan. Demikian juga lembaga pendidikan swasta selama ini sering menjadi obyek pungli bagi oknum pejabat dan pengawas pendidikan.

Di sisi lain pada sekolah-sekolah negeri, pemerintah hampir memberikan seluruh biaya operasional, berbagai jenis bantuan sarana dan fasilitas, tenaga guru, dan bahkan akses informasi lebih besar dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta. Meski demikian masih banyak sekolah negeri yang memungut "uang iuran pendidikan" (atau dengan istilah yang lain) yang cukup besar, dan bahkan lebih besar dari lembaga pendidikan swasta. Hal ini semakin menambah beban orang tua, sehingga banyak yang mengeluhkan semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pendidikan pada lembaga pendidikan negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar