Cari Blog Ini

Sabtu, 06 Juni 2020

15 Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.


Menjadi guru yang baik dan disayang siswa itu ternyata tidak sulit. Suatu saat saya pernah menyaksikan beberapa siswa sedang mengerumuni gurunya. Siswa-siswi itu tampak antusias sekali menanyakan beberapa tugas yang belum mendapat jalan keluarnya. Kemudian tanpa rasa sungkan mereka mengobrol santai bahkan ada beberapa yang curhat. Gurunya pun menanggapi dengan respon baik, seperti layaknya mengobrol dengan teman sebaya.
Sugguh pemandangan yang tidak saya alami ketika menjadi siswa dulu.  Sewaktu masih menjadi siswa, menghindari guru ketika bertemu di luar sekolah, itu pilihan saya. Alasannya tidak jelas. Ada rasa yang tidak bisa dijelaskan.
Sebenarnya tidak semua guru, sih. Hanya sebagian besar.
Menjadi orangtua tidaklah mudah, apalagi  orangtua bagi anak-anak yang bukan darah daging kita. Menyelami berbagai karakter dari latar belakang keluarga yang beragam menjadi tantangan sendiri bagi Kita yang berprofesi sebagai guru.
15 Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Pola pikir mengajar dengan cara lama yang otoriter. Mengandalkan guru hanya sebagai satu-satunya sumber ilmu. Berceramah terus-menerus tanpa memberikan kesempatan siswa aktif membuat penelitian dan menyimpulkan sendiri hasil penelitiannya. Hal-hal tersebut seharusnya sudah mengalami pergeseran menyesuaikan zamannya.
Menjadi sahabat dan teman berdiskusi lebih mendorong siswa untuk berkreasi dan mengembangkan bakat serta ilmu pengetahuannya. Mengingat tantangan kehidupan yang dihadapi siswa juga terus berkembang.
Kedekatan emosi dengan siswa harus Kita bangun apabila ingin ilmu yang kita sampaikan bisa “klik” diterima siswa.
Nah, beberapa tips guru hebat di bawah ini bisa bermanfaat bagi Kita yang menjalani profesi sebagai guru. Atau yang sedang menempuh pendidikan calon guru, simak, ya!
Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa:
  1. Menguasai materi pelajaran yang dipegang.
Bagaimana ilmu akan disampaikan kalau kita belum menguasai ilmu itu dahulu.
Memang benar kita bukanlah satu-satu sumber belajar siswa. Mereka bisa belajar dari  buku, internet, atau sumber lain yang relevan. Tapi setiap mereka bertanya kita harus bolak balik melihat buku? Rasanya harkat dan martabat guru bisa jatuh dihadapan siswa.
Bagaimana penilaian mereka nanti terhadap gurunya?
  1. Cara mengajar selalu berbeda.
Ini penting sekali untuk membuat siswa tidak bosan. Lakukan cara yang selalu berbeda setiap masuk kelas. Kalau  kita belum menemukan cara atau belum mampu melakukan teknik yang tepat. Sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu ajak keluar semua siswa kita.
Sesuaikan dengan kondisi sekolah kita mengajar. Kita juga bisa memanfaatkan potensi yang ada di sekitar sekolah. Kita juga bisa melalui permainan  sebagai media belajar agar siswa merasa rileks.
  1. Rajin periksa tugas siswa.
Kita sering lupa memeriksa tugas yang diberikan atau memang sengaja tidak diperikasa? Padahal dengan tidak memeriksa tugas yang kita berikan itu sama artinya dengan kita menyepelekan siswa.
Hal ini tidak baik untuk wibawa kita di depan siswa. Selalu periksa setiap tugas yang kita berikan kepada siswa. Jangan menunda, walaupun kerja tersebut terasa memuakkan. Hargai jerih payah mereka.
Berikan pujian dan penghargaan yang wajar kepada siswa kita yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Jangan sekali-kali menghinanya dengan mengatakan langsung kepadanya bahwa hasil kerjanya tidak benar. Hal itu penyebabnya bisa jadi mungkin saja penyampaian kita belum bisa dipahami dengan baik oleh siswa.
  1. Disiplin dan Bertanggung jawab.
Dua kata di atas gampang diucapkan sulit diterapkan.
Sebagai profil yang keberadaan kita selalu dijadikan teladan siswa. Sudah selayaknya guru menempatkan dirinya dengan baik sebagai figur disiplin dan bertanggungjawab.
Ketika kita datang terlambat ke kelas cepatlah minta maaf atau biarkan siswa yang memberikan sanksi kepada kita. Hal ini akan jauh lebih membuat kita berwibawa jika melakukan kesalahan. Dengan meminta maaf tidak menurunkan wibawa kita sebagai guru.
Beritahukan alasan kita dengan rasa menyesal dan jujur ketika kita tidak dapat mengisi kelas atas sebab tertentu. Jadilah guru yang dirindukan, dihormati  tanpa merasa ditakuti.
  1. Humoris adalah Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Kenangan termanis tentang guru kita dulu, salah satunya adalah sifat humoris.
Tahu kenapa? Karena saat mengingat hal yang lucu perasaan kita akan senang  dan terkesan di hati.
Candaan dan humor membuat belajar lebih menyenangkan. Tetapi bukan berarti humor yang menyinggung kekurangan murid, melainkan humor pada tempat dan saat yang tepat. Usahakan humor masih  berhubungan dengan materi pelajaran yang kita sampaikan.
Kenapa ini perlu? Karena jika dalam penyampaian materi  guru terlalu serius maka yang terjadi adalah siswa menjadi bosan dan mengantuk.
Kita bisa menceritakan pengalaman menarik selama sekolah dan berbagi kenangan bersama siswa.
  1. Mendidik dengan hati dan menginspirasi.
Guru  bukan hanya dianggap sebagai pekerjaan atau profesi. Lebih dari itu Guru juga dimaknai sebagai pengabdian dan ibadah. Murid bukan hanya sebagai obyek, tetapi juga insan seperti anak, yang tidak hanya dididik juga didoakan.
Cintailah mereka dengan tulus seperti anak kita sendiri.
Dalam mentransfer ilmu, menasehati, atau memberi hukuman lakukanlah dengan hati dan segenap perasaan. Maka yang akan mereka terima adalah rasa kasih sayang, bukan dendam.
  1. Ramah dan selalu tersenyum.
Guru memang harus menjunjung disiplin tetapi jangan abaikan sikap ramah kepada siswa.
Bukan hanya guru yang suka disapa oleh siswa. Siswa juga paling suka kepada guru yang mudah tersenyum. Lebih menyenangkan lagi jika senyuman tersebut diselingi dengan sapaan.
Guru yang ‘mahal’ senyum akan terkesan sangar dan sudah pasti tidak disukai siswa.
Dengan ramah dan tersenyum memberikan kesan “terbuka”. Membuka diri untuk setiap kesulitan siswa akan menghempaskan jarak antara siswa dan guru.
Mereka tidak akan canggung lagi untuk mengemukakan kesulitannya saat di sekolah. Ini bisa membantu guru dalam membimbing siswa dalam mengambil keputusan yang tepat.
  1. Menjaga penampilan.
Menarik bukan berarti harus berwajah tampan atau cantik. Berpakaian rapi, bersih, wangi  dan serasi membawa suasana positif bagi murid kita. Hal itu merupakan Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Bagaimana kita akan dihormati dan disayangi oleh Murid kita bila penampilan kita lusuh, bau dan tidak rapi?
  1. Jangan membawa masalah rumahtangga ke Sekolah.
Dan yang tidak kalah penting, jangan pernah membawa masalah rumah ke sekolah. Karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap gaya  dan mood kita saat mengajar. Bersikaplah profesional dalam menjalani profesi kita. Tinggalkan masalah di rumah. Kalau bisa selesaikan sebelum kita masuk pintu gerbang sekolah.
  1. Murah hati.
Murah hati bukan berarti hobi traktir murid-muridnya,ya! Tetapi beliau ini senang sekali memberi kemudahan atau bantuan dalam memecahkan persoalan siswa.
Misalnya siswa tidak bisa mengerjakan soal dan bertanya berkali-kali tetapi tetap tidak faham. Guru tetap telaten membimbing sampai siswa itu bisa. Kecuali saat ulangan ya!
Bukankah menyenangkan jika ada guru yang mau berkeliling kelas untuk memberikan kesempatan muridnya bertanya lebih detail. Mengingat adapula murid yang malu jika harus bertanya dengan mengacungkan jari dan bersuara keras?
  1. Responsif.
Guru yang resposif berarti berusaha untuk memahami dan mempelajari karakteristik si murid. Guru yang responsive akan tahu betul seperti apa murid-murid yang diajarnya.
Langkah ini dilakukan agar guru tahu model belajar seperti apa yang dibutuhkan siswa, sehingga tujuan belajar tercapai.
Nah, respon seperti inilah yang dibutuhkan siswa. Tentu kesuksesan yang akan dicapai siswa nanti merupakan kesuksesan guru juga dalam mendampingi belajar.
  1. Dinamis.
Idealnya  guru mampu memimpin dengan berbagai cara. Baik memaksa (diktator), diskusi, voting, dan sebagainya dalam mebuat keputusan sesuai kondisi masalahnya.
Kalau guru hanya monoton alias statis pada cara memimpinnya, murid akan merasa bahwa guru itu membosankan. Adakalanya saat mengajar kita selipkan cerita-cerita yang sekiranya menghibur murid-murid kita.
Dengan mengubah pola mengajar kita sejenak, kita bisa membawa murid-murid hanyut pada suasana belajar, tidak asyik sendiri-sendiri.
  1. Fokus juga Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Mengendalikan siswa untuk tetap fokus pada tujuan utama belajar harus dipegang terus oleh guru.
Mengapa? Seperti apapun seorang guru terombang-ambing dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa dengan berbagai cara. Mengobrol,menyelipkan humor atau sekedar berbagi pengalaman untuk menghindari kebosanan dalam belajar. Jangan sampai melenceng dari arah dan tujuan.
Kitalah yang memegang kendali. Jangan sampai murid yang mengendalikan gurunya.
  1. Memberi kepercayaan.
Memberi kepercayaan pada murid, membuat mereka merasa dapat diandalkan oleh gurunya. Ini sebuah pertanda terjadi  interaksi baik antara guru dan murid.
Tapi sayangnya, tidak semua murid mau dengan senang hati diberi kepercayaan oleh gurunya.
Jika menemui murid semacam itu, dekatilah dan cari tahu mengapa ia enggan diberi kepercayaan oleh kita. Dengan pendekatan yang baik akan mulailah  hubungan yang baik pula. Sehingga si murid lebih dekat pada kita dan bisa bekerja sama lebih nyaman.
Perlu kita ingat, jangan pernah memberi kepercayaan pada murid hanya karena kita ingin lepas dari tanggung jawab kita.
  1. Mampu menjadi contoh atau suri tauladan.
Tidak hanya pandai berbicara tetapi juga mampu mempraktekkannya.
Contoh adalah nasehat ajaib yang langsung dilihat dan dirasakan siswa. Oleh karena itu jangan berkata dahulu sebelum kita yakin mampu melakukannya. Ingat pepatah lama mengatakan:
“Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari.”

Mengajar dengan Hati
Kata _Mengajar_derivasi dari kata _ajar_. Kata ini memiliki turunan yg banyak dengan makna yg beragam, semisal _belajar, mengajar, pelajar, pelajaran, pembelajaran_ dan lainnya. Mengajar dibatasi untuk istilah kegiatan guru dlm berinteraksi dengan siswa, sedangkan belajar adalah sebaliknya. Jadi mengajar adalah kata khusus untuk guru di hadapan siswa-siswanya.
Agar ajeug, saya harus mendefinisikan guru terlebih dahulu. Guru adalah profesi yg memiliki kemampuan mengajar (paedagogy), pengetahuan yang akan diajarkan (profesional), kepribadian yg layak dicontoh dan memiliki kesolehan sosial. Dalam beberapa konteks, ada kemampuan lain yg ditambahkan semisal memiliki kepemimpinan yg mumpuni dan pengetahuan spiritual yg mendalam. Saking komplitnya, saya memprediksi (dg indikator berasal dr hadits2 shohih) guru adalah manusia berpredikat malaikat bumi calon penghuni surga.
Setiap guru dapat dipastikan memiliki hati. Hati ini telah dilatih secara sistematis (mujahadah) oleh proses yg bgitu panjang, baik oleh lembaga formal, informal, otodidak, atau oleh kehidupan itu sendiri. Karena hati secara fisik merupakan segumpal darah, maka tabiatnya berubah-rubah (qolb) tergantung dimana hati itu disimpan. Semakin hati di simpan dekat dengan kebaikan, maka semakin besar juga kemungkinan hati untuk menginstruksikan seluruh organ dalam kebaikan. Guru yg dilatih dg cara mengolah hati, maka cenderung mengajarkan dengan hati.
Mengajar dg hati adalah buah dari gabungan empat atau enam kemampuan (istilah kerennya kompetensi : seperangkat kemampuan) yg diawal sudah disebutkan. Paedagogy adalah ilmu yg memerintahkan organ tubuh secara teknis untuk mengajar, professional adalah organ otak yg diperintahkan untuk menguasai ilmu yg akan jadi mayeri untuk mengajar, begitupun kepribadian dan kesolehan sosial adalah produk dari hasil perintah untuk menunjukan bgitu mulianya guru di hadapan siswanya. Siapa memerintahkan? dia adalah hati.
Mengajar dg hati, sebenarnya sederhana. Sesederhana kita melakukan sholat yg khusu' (khudurul qolb). Namun, tanpa mujahadah tidak mustahil seorang guru tidsk menggunakan hati dalam mengajarnya. Walau hati ada, namun dia sangat butuh perhatian dan nutrisi lebih dibanding organ lainnya. Seorang guru yg baik, hati nya akan dihadirkan dlm mengajar. Kehadirannya tidak kosong, melainkan penuh dengan irama kemanusiaan dan kesahajaan. teknik apapun dlm mengajar, materi apapun dlm mengajar akan memiliki kekuatan dahsyat melalui hati yg terlatih.
Saat ini, hati jarang hadir atau dihadirkan oleh guru dlm mengajar. Ada virus berbahaya bernama materialisme dalam dunia pendidikan. Materi yg dipersepsikan dpt membuat semua berbhagia begitu dahsyat menghantam kesetabilan hati. materi membuat hati enggan untuk hadir tanpa ditemani materi, mengajar menjadi kaku, transaksional dan bhkan membodohkan. Materi mnjdi prasyarat untuk keluarnya hati dari persembunyiannya, sehingga cinta guru terhadap muridnya menjadi conditional love (cinta dg syarat).
Ajaran kita telah menunjukan bhwa ada 3 profesi yang tidsk bole menerima bayaran; (1) ketika seorang murid meminta diajarkan ilmu, (2) ketika seorang pesakitan meminta untuk diobati, (3) ketika seorang minta jntuk didampingi permasalahan hukum yg menjeratnya.
Guru satu dari 3 profesi itu. Munafik adalah kata yg bisa dikatakan bg para antagonist. hidup butuh uang, ibadah pun butuh materi, apapun harus dg duit. Itu fakta. Bagi kita para pengajar dengan hati, uang itu penting. Tapi ia bukan syarat untuk mengajar. Ia hanya bonus untuk mengarungi kehidupan yg dihadapinya.
MENGAJAR DENGAN HATI
MENGAJAR DENGAN HATI

 “Betapa bahagianya menjadi seorang guru yang tampil penuh kharisma dihadapan siswanya. Sosok guru yang selalu dirindukan kedatangannya, diamnya disegani, tutur katanya ditaati,  dan kepergiannya ditangisi.”
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”( UU Sisdiknas pasal 1 ayat 1 )
Pendidikan adalah sebuah dunia yang lahir dari rahim kasih sayang. Pendidikan harus berlangsung dalam suasana kekeluargaan dengan pendidik sebagai orang tua dan anak didik (murid) sebagai anak. Pendidikan dilakukan dengan hati lewat ungkapan rasa kasih sayang (love), keikhlasan (sincerely), kejujuran (honesty), keagamaan (spiritual), dan suasana kekeluargaan (family atmosphere).  Guru tidak dibatasi waktu dan tempat dalam mendidik siswa, sebagaimana orang tua mendidik anaknya. Guru harus ikhlas dalam memberikan bimbingan kepada para siswanya sepanjang waktu. Demikian pula tempat pendidikannya tidak terbatas hanya di dalam ruang kelas saja, dimanapun seorang guru berada, dia harus sanggup memainkan perannya sebagai seorang pendidik yang sejati. Fenomena ini yang kini hilang dari sistem pendidikan nasional kita sekarang.
Mulai meredupnya nuansa kasih sayang dalam interaksi antara guru dengan siswa telah melahirkan sikap guru yang lebih suka menghukum daripada tersenyum. Guru lebih suka menghardik daripada bersikap empatik. Guru yang baik adalah guru yang melandasi interaksinya dengan siswa diatas nilai-nilai cinta dan kasih sayang. Dengan cintalah akan lahir keharmonisan. Diera globalisasi yang selalu mengedepankan emosi di sisi hati, ditengah mewabahnya kekeringan sosial dan krisis kesantunan moral, maka sebuah keniscayaan bagi guru untuk merevitalisasi penanaman sikap santun dan keramahan di sekolah sebagai lembaga rekayasa sosial. Seperti yang katakan oleh pakar pendidikan kita Arif Rahman bahwa diera reformasi yang serba kebablasan ini guru harus mengajar muridnya dengan hati (cinta dan kasih sayang) bukan emosi.
Sikap cinta dan kasih sayang seorang guru tercermin melalui kelembutan, kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sikap-sikap positif lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya, khususnya dengan para siswa. Sosok guru yang selalu menebar kasih sayang pada siswa akan melahirkan sebuah kharisma. Siswa akan mencintai guru dengan cara mengidolakannya, serta menempatkan dia sebagai sosok yang berwibawa dan disegani. Cinta adalah sikap batin yang melahirkan kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta tawakkal. Jaring-jaring cinta yang kita tebar dengan penuh keikhlasan akan tersambut positif oleh siswa. Sesuai dengan kalimat hikmah “Siapa menanam, dialah yang akan memetik hasilnya.”
Respon balik dari rasa cinta siswa bisa terwujud melalui sikap-sikap positif. Misalnya penghormatan, kepatuhan, motivasi belajar, kecintaan terhadap tugas, dan rasa ingin selalu menghargai guru yang dicintainya. Dengan sikap-sikap seperti ini maka siswa akan merasakan bahwa belajar sudah bukan lagi sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan bahkan keasyikan. Maka akan muncul gairah untuk berprestasi didalam jiwa siswa. Namun dalam realita dilapangan , ungkapan rasa cinta guru tidak mudah ditangkap oleh siswa. Mengungkapkan kata cinta tidak semudah mengucapkan. Dibutuhkan kiat dan seni tersendiri agar sinyal cinta guru dapat dipahami siswa.
Bagaimana mewujudkan Mengajar dengan hati di sekolah? Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru:
Kelembutan sikap
Modal utama cinta salah satunya adalah kelembutan sikap. Kelembutan akan melahirkan cinta, dan perasaan cinta akan semakin merekatkan hubungan antara guru dengan siswanya. Bila seseorang mencintai sesuatu, pasti ia akan berperilaku lembut terhadap sesuatu yang dicintainya tersebut. Jika siswa selalu menemukan kelembutan setiap kali berinteraksi dengan guru, maka siswa akan meyakini bahwa gurunya memang mencintai mereka. Hampir semua guru berkeinginan untuk mencintai dan dicintai siswanya. Namun tidak semua guru berhasil melakukannya. Kiat-kiat untuk melembutkan hati guru: pertama, jangan pernah ragu menyatakan “aku juga mencintaimu” terhadap siswa. Menurut Gary Chapman, semua tingkah laku  anak adalah “bahasa cinta.” Dari tingkahnya yang beraneka rupa ,anak mengharap respon positif dari orang dewasa. Oleh karena itu kita tidak boleh tergesa-gesa  menstempel/cap hitam terhadap anak  yang bertingkah polah negatif, tetapi segeralah kita menangkap pesan cinta  dari anak tersebut. Disinilah muasal hati menjadi lunak dan lembut. kedua, nyatakan “aku hadir demi kamu.” Jika guru menganut filsafat ini maka, bagaimanapun karakter siswa yang dihadapi, guru akan mampu menerima dan menghadapinya dengan bijak. ketiga, nyatakan “akulah sahabatmu.” Apabila ada teman yang selalu setia bersama kita di kala susah atau senang, maka dialah teman sejati. Guru jangan jadi model “polisi” yang akan menjadi teman dinas bagi siswanya. Sebagai teman sejati guru harus mampu menciptakan komunikasi “pemecah es” untuk memecahkan kebekuan suasana dalam berinteraksi dengan siswa.
Memenej Emosi
Guru harus pandai memenej emosinya secara baik dan canggih. Jangan sampai mencampuradukan persoalan pribadi dengan masalah sekolah. Bila guru ingin meluapkan emosi yang sulit dibendung dihadapan siswa, hendaklah dengan cara duduk, jangan dengan berdiri apalagi dengan berkacak pinggang. Bila amarah belum reda, cobalah dengan berbaring sejenak, dan bila dengan berbaring masih belum mampu mengendalikan perasaan marah maka, hendaklah mengambil air wudhu /cuci muka. Api amarah akan padam mereda bila disiram dengan air.
Hindari Prakonsepsi Negatif ( Su’udzanisme)
Dalam menghadapi siswa yang bikin ulah dikelas, selaiknya guru jangan mudah terbawa arus emosional yang bersifat negatif. Stempel atau cap negatif akan menyebabkan hubungan guru dan murid menjadi tersekat, tidak netral, bahkan penuh dengan prakonsepsi negatif. Untuk menghindari hal seperti itu guru harus mampu menjadi sosok yang pemaaf. Seorang guru harus memahami bahwa anak berbuat kesalahan lebih karena dorongan naluri kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasionalnya. Buatlah kondisi interasi kembali netral dengan maaf.
Hadirkan mereka dalam doa
Guru adalah orang tua kedua bagi anak. Maka, hendaklah guru berusaha berbuat sebagaimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Mendoakan anak secara rahasia merupakan keniscayaan bagi guru yang kini banyak terlupakan. Guru selain sebagai pengajar dan pendidik serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi pendoa bagi anak didiknya.
Sejalan dengan pemikiran diatas, sebenarnya ada tiga hal yang sangat dibutuhkan siswa disekolah. Pertama lingkungan belajar yang aman dan nyaman, kedua sekolah sebagai rumah kedua, dan ketiga komunitas teman sebaya. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman meliputi sarana dan prasarana fisik serta suasana belajar yang enjoy learning. Belajar akan efektif jika berada dalam keadaan yang menyenangkan. Berangkat dari rasa kegembiraan itulah maka akan bangkit minat, adanya keterlibatan penuh, tercipta makna, adanya pemahaman atau penguasan materi serta munculnya nilai yang membahagiakan.
Guru sebagai sosok yang pantas digugu dan ditiru, penting menempuh pendekatan yang disertai dengan kelembutan terhadap anak didik. Menurut Rudolf Dreikurs, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru untuk mengembangkan sekolah ramah anak. Pertama, jadilah guru yang tidak lagi bertindak sebagai penguasa kelas atau mata pelajaran, tetapi bertindaklah sebagi pembimbing kelas atau mata pelajaran; kedua, kurangi kelantangan suara dan utamakan keramahtamahan suara; ketiga, kurangi sebanyak mungkin nada memerintah dan diganti dengan ajakan; keempat, hindarkan sebanyak mungkin hal-hal yang menekan siswa; kelima, hal-hal yang menekan diganti dengan pemberian motivasi terhadap anak sehingga bukan paksaan yang dimunculkan, tetapi pemberian stimulus; dan keenam, jauhkan sikap guru yang ingin”menguasai”siswa karena sikap yang lebih baik ialah mengendalikan siswa. Hal yang terungkap bukan kata-kata mencela, tetapi kata-kata guru yang membangun keberanian dan kepercayan diri siswa.
Sekolah merupakan miniatur kehidupan dalam masyarakat. Karena itu, selain diberi pembelajaran dalam keseharian, para siswa juga diajak mengembangkan aspek persaudaraan dan solidaritas antar teman sebagai bekal kehidupan bersosisalisasi dalam hidup bermasyarakat. Pengembangan aspek kemanusiaan ini bisa tercipta jika guru dapat menciptakan iklim pembelajaran dikelas yang kondusif dengan menerapkan model-model pembelajaran yang menantang siswa berfikir kritis dan kreatif. Lewat sekolah, siswa diajarkan rasa saling menghormati dan mencintai perbedaan dalam segala bidang baik dengan teman, guru dan masyarakat sekitar. Siswa tidak cukup hanya menerima perbedaan, tetapi lebih penting lagi mencintai kebersamaan dalam perbedaan.
Mau dan mampukah guru menanam dan menyemai cinta di hatinya untuk siswa-siswinya ? harus ! Karena keputusan seseorang menjadi seorang guru haruslah memahami resiko-resiko yang akan ia hadapi sebagai orang yang berprofesi sebagai pendidik, dengan semangat totatalitas kerja yang tinggi. Selamat menebar pesona cinta untuk semua siswanya bagi sang pahlawan cendekia.