Menjadi guru yang baik dan disayang siswa itu ternyata tidak
sulit. Suatu saat saya pernah menyaksikan beberapa siswa sedang mengerumuni
gurunya. Siswa-siswi itu tampak antusias sekali menanyakan beberapa tugas yang
belum mendapat jalan keluarnya. Kemudian tanpa rasa sungkan mereka mengobrol
santai bahkan ada beberapa yang curhat. Gurunya pun menanggapi dengan respon
baik, seperti layaknya mengobrol dengan teman sebaya.
Sugguh pemandangan yang tidak saya alami ketika menjadi
siswa dulu. Sewaktu masih menjadi siswa, menghindari guru ketika bertemu
di luar sekolah, itu pilihan saya. Alasannya tidak jelas. Ada rasa yang tidak
bisa dijelaskan.
Sebenarnya tidak semua guru, sih. Hanya sebagian besar.
Menjadi orangtua tidaklah mudah, apalagi orangtua
bagi anak-anak yang bukan darah daging kita. Menyelami berbagai karakter dari
latar belakang keluarga yang beragam menjadi tantangan sendiri bagi Kita yang
berprofesi sebagai guru.
15 Cara menjadi guru yang baik dan disayang
siswa.
Pola pikir mengajar dengan cara lama yang otoriter.
Mengandalkan guru hanya sebagai satu-satunya sumber ilmu. Berceramah
terus-menerus tanpa memberikan kesempatan siswa aktif membuat penelitian dan
menyimpulkan sendiri hasil penelitiannya. Hal-hal tersebut seharusnya sudah
mengalami pergeseran menyesuaikan zamannya.
Menjadi sahabat dan teman berdiskusi lebih mendorong
siswa untuk berkreasi dan mengembangkan bakat serta ilmu pengetahuannya.
Mengingat tantangan kehidupan yang dihadapi siswa juga terus berkembang.
Kedekatan emosi dengan siswa harus Kita bangun apabila
ingin ilmu yang kita sampaikan bisa “klik” diterima siswa.
Nah, beberapa tips guru hebat di bawah ini bisa
bermanfaat bagi Kita yang menjalani profesi sebagai guru. Atau yang sedang
menempuh pendidikan calon guru, simak, ya!
Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa:
- Menguasai
materi pelajaran yang dipegang.
Bagaimana ilmu akan disampaikan kalau kita belum
menguasai ilmu itu dahulu.
Memang benar kita bukanlah satu-satu sumber belajar
siswa. Mereka bisa belajar dari buku, internet, atau sumber lain yang
relevan. Tapi setiap mereka bertanya kita harus bolak balik melihat buku?
Rasanya harkat dan martabat guru bisa jatuh dihadapan siswa.
Bagaimana penilaian mereka nanti terhadap gurunya?
- Cara
mengajar selalu berbeda.
Ini penting sekali untuk membuat siswa tidak bosan.
Lakukan cara yang selalu berbeda setiap masuk kelas. Kalau kita belum
menemukan cara atau belum mampu melakukan teknik yang
tepat. Sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu ajak keluar semua siswa
kita.
Sesuaikan dengan kondisi sekolah kita mengajar. Kita juga
bisa memanfaatkan potensi yang ada di sekitar sekolah. Kita juga bisa melalui
permainan sebagai media belajar agar siswa merasa rileks.
- Rajin
periksa tugas siswa.
Kita sering lupa memeriksa tugas yang diberikan atau
memang sengaja tidak diperikasa? Padahal dengan tidak memeriksa tugas yang kita
berikan itu sama artinya dengan kita menyepelekan siswa.
Hal ini tidak baik untuk wibawa kita di depan siswa.
Selalu periksa setiap tugas yang kita berikan kepada siswa. Jangan menunda,
walaupun kerja tersebut terasa memuakkan. Hargai jerih payah mereka.
Berikan pujian dan penghargaan yang wajar kepada siswa
kita yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Jangan sekali-kali menghinanya dengan mengatakan langsung
kepadanya bahwa hasil kerjanya tidak benar. Hal itu penyebabnya bisa jadi
mungkin saja penyampaian kita belum bisa dipahami dengan baik oleh siswa.
- Disiplin
dan Bertanggung jawab.
Dua kata di atas gampang diucapkan sulit diterapkan.
Sebagai profil yang keberadaan kita selalu dijadikan
teladan siswa. Sudah selayaknya guru menempatkan dirinya dengan baik sebagai
figur disiplin dan bertanggungjawab.
Ketika kita datang terlambat ke kelas cepatlah minta maaf
atau biarkan siswa yang memberikan sanksi kepada kita. Hal ini akan jauh lebih
membuat kita berwibawa jika melakukan kesalahan. Dengan meminta maaf tidak
menurunkan wibawa kita sebagai guru.
Beritahukan alasan kita dengan rasa menyesal dan jujur
ketika kita tidak dapat mengisi kelas atas sebab tertentu. Jadilah guru yang
dirindukan, dihormati tanpa merasa ditakuti.
- Humoris
adalah Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Kenangan termanis tentang guru kita dulu, salah satunya
adalah sifat humoris.
Tahu kenapa? Karena saat mengingat hal yang lucu perasaan
kita akan senang dan terkesan di hati.
Candaan dan humor membuat belajar lebih menyenangkan.
Tetapi bukan berarti humor yang menyinggung kekurangan murid, melainkan humor
pada tempat dan saat yang tepat. Usahakan humor masih berhubungan dengan
materi pelajaran yang kita sampaikan.
Kenapa ini perlu? Karena jika dalam penyampaian
materi guru terlalu serius maka yang terjadi adalah siswa menjadi bosan
dan mengantuk.
Kita bisa menceritakan pengalaman menarik selama sekolah
dan berbagi kenangan bersama siswa.
- Mendidik
dengan hati dan menginspirasi.
Guru bukan hanya dianggap sebagai pekerjaan atau
profesi. Lebih dari itu Guru juga dimaknai sebagai pengabdian dan ibadah. Murid
bukan hanya sebagai obyek, tetapi juga insan seperti anak, yang tidak hanya
dididik juga didoakan.
Cintailah mereka dengan tulus seperti anak kita sendiri.
Dalam mentransfer ilmu, menasehati, atau memberi hukuman
lakukanlah dengan hati dan segenap perasaan. Maka yang akan mereka terima
adalah rasa kasih sayang, bukan dendam.
- Ramah
dan selalu tersenyum.
Guru memang harus menjunjung disiplin tetapi jangan
abaikan sikap ramah kepada siswa.
Bukan hanya guru yang suka disapa oleh siswa. Siswa juga
paling suka kepada guru yang mudah tersenyum. Lebih menyenangkan lagi jika
senyuman tersebut diselingi dengan sapaan.
Guru yang ‘mahal’ senyum akan terkesan sangar dan sudah
pasti tidak disukai siswa.
Dengan ramah dan tersenyum memberikan kesan “terbuka”.
Membuka diri untuk setiap kesulitan siswa akan menghempaskan jarak antara siswa
dan guru.
Mereka tidak akan canggung lagi untuk mengemukakan
kesulitannya saat di sekolah. Ini bisa membantu guru dalam membimbing siswa
dalam mengambil keputusan yang tepat.
- Menjaga
penampilan.
Menarik bukan berarti harus berwajah tampan atau cantik.
Berpakaian rapi, bersih, wangi dan serasi membawa suasana positif bagi
murid kita. Hal itu merupakan Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Bagaimana kita akan dihormati dan disayangi oleh Murid
kita bila penampilan kita lusuh, bau dan tidak rapi?
- Jangan
membawa masalah rumahtangga ke Sekolah.
Dan yang tidak kalah penting, jangan pernah membawa
masalah rumah ke sekolah. Karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap gaya
dan mood kita saat mengajar. Bersikaplah profesional dalam menjalani
profesi kita. Tinggalkan masalah di rumah. Kalau bisa selesaikan sebelum kita
masuk pintu gerbang sekolah.
- Murah
hati.
Murah hati bukan berarti hobi traktir murid-muridnya,ya!
Tetapi beliau ini senang sekali memberi kemudahan atau bantuan dalam memecahkan
persoalan siswa.
Misalnya siswa tidak bisa mengerjakan soal dan bertanya
berkali-kali tetapi tetap tidak faham. Guru tetap telaten membimbing sampai
siswa itu bisa. Kecuali saat ulangan ya!
Bukankah menyenangkan jika ada guru yang mau berkeliling
kelas untuk memberikan kesempatan muridnya bertanya lebih detail. Mengingat
adapula murid yang malu jika harus bertanya dengan mengacungkan jari dan
bersuara keras?
- Responsif.
Guru yang resposif berarti berusaha untuk memahami dan
mempelajari karakteristik si murid. Guru yang responsive akan tahu betul
seperti apa murid-murid yang diajarnya.
Langkah ini dilakukan agar guru tahu model belajar
seperti apa yang dibutuhkan siswa, sehingga tujuan belajar tercapai.
Nah, respon seperti inilah yang dibutuhkan siswa. Tentu
kesuksesan yang akan dicapai siswa nanti merupakan kesuksesan guru juga dalam
mendampingi belajar.
- Dinamis.
Idealnya guru mampu memimpin dengan berbagai cara.
Baik memaksa (diktator), diskusi, voting, dan sebagainya dalam mebuat keputusan
sesuai kondisi masalahnya.
Kalau guru hanya monoton alias statis pada cara
memimpinnya, murid akan merasa bahwa guru itu membosankan. Adakalanya saat
mengajar kita selipkan cerita-cerita yang sekiranya menghibur murid-murid kita.
Dengan mengubah pola mengajar kita sejenak, kita bisa
membawa murid-murid hanyut pada suasana belajar, tidak asyik sendiri-sendiri.
- Fokus
juga Cara menjadi guru yang baik dan disayang siswa.
Mengendalikan siswa untuk tetap fokus pada tujuan utama
belajar harus dipegang terus oleh guru.
Mengapa? Seperti apapun seorang guru terombang-ambing
dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa dengan berbagai cara.
Mengobrol,menyelipkan humor atau sekedar berbagi pengalaman untuk menghindari
kebosanan dalam belajar. Jangan sampai melenceng dari arah dan tujuan.
Kitalah yang memegang kendali. Jangan sampai murid yang
mengendalikan gurunya.
- Memberi
kepercayaan.
Memberi kepercayaan pada murid, membuat mereka merasa
dapat diandalkan oleh gurunya. Ini sebuah pertanda terjadi interaksi baik
antara guru dan murid.
Tapi sayangnya, tidak semua murid mau dengan senang hati
diberi kepercayaan oleh gurunya.
Jika menemui murid semacam itu, dekatilah dan cari tahu
mengapa ia enggan diberi kepercayaan oleh kita. Dengan pendekatan yang baik
akan mulailah hubungan yang baik pula. Sehingga si murid lebih dekat pada
kita dan bisa bekerja sama lebih nyaman.
Perlu kita ingat, jangan pernah memberi kepercayaan pada
murid hanya karena kita ingin lepas dari tanggung jawab kita.
- Mampu
menjadi contoh atau suri tauladan.
Tidak hanya pandai berbicara tetapi juga mampu
mempraktekkannya.
Contoh adalah nasehat ajaib yang langsung dilihat dan
dirasakan siswa. Oleh karena itu jangan berkata dahulu sebelum kita yakin mampu
melakukannya. Ingat pepatah lama mengatakan:
“Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing
Berlari.”
Mengajar dengan Hati
Kata _Mengajar_derivasi dari kata _ajar_. Kata ini memiliki
turunan yg banyak dengan makna yg beragam, semisal _belajar, mengajar, pelajar,
pelajaran, pembelajaran_ dan lainnya. Mengajar dibatasi untuk istilah kegiatan
guru dlm berinteraksi dengan siswa, sedangkan belajar adalah sebaliknya. Jadi
mengajar adalah kata khusus untuk guru di hadapan siswa-siswanya.
Agar ajeug, saya harus mendefinisikan guru terlebih dahulu.
Guru adalah profesi yg memiliki kemampuan mengajar (paedagogy), pengetahuan
yang akan diajarkan (profesional), kepribadian yg layak dicontoh dan memiliki
kesolehan sosial. Dalam beberapa konteks, ada kemampuan lain yg ditambahkan
semisal memiliki kepemimpinan yg mumpuni dan pengetahuan spiritual yg mendalam.
Saking komplitnya, saya memprediksi (dg indikator berasal dr hadits2 shohih)
guru adalah manusia berpredikat malaikat bumi calon penghuni surga.
Setiap guru dapat dipastikan memiliki hati. Hati ini telah
dilatih secara sistematis (mujahadah) oleh proses yg bgitu panjang, baik oleh
lembaga formal, informal, otodidak, atau oleh kehidupan itu sendiri. Karena
hati secara fisik merupakan segumpal darah, maka tabiatnya berubah-rubah (qolb)
tergantung dimana hati itu disimpan. Semakin hati di simpan dekat dengan
kebaikan, maka semakin besar juga kemungkinan hati untuk menginstruksikan
seluruh organ dalam kebaikan. Guru yg dilatih dg cara mengolah hati, maka
cenderung mengajarkan dengan hati.
Mengajar dg hati adalah buah dari gabungan empat atau enam
kemampuan (istilah kerennya kompetensi : seperangkat kemampuan) yg diawal sudah
disebutkan. Paedagogy adalah ilmu yg memerintahkan organ tubuh secara teknis
untuk mengajar, professional adalah organ otak yg diperintahkan untuk menguasai
ilmu yg akan jadi mayeri untuk mengajar, begitupun kepribadian dan kesolehan
sosial adalah produk dari hasil perintah untuk menunjukan bgitu mulianya guru
di hadapan siswanya. Siapa memerintahkan? dia adalah hati.
Mengajar dg hati, sebenarnya sederhana. Sesederhana kita
melakukan sholat yg khusu' (khudurul qolb). Namun, tanpa mujahadah tidak
mustahil seorang guru tidsk menggunakan hati dalam mengajarnya. Walau hati ada,
namun dia sangat butuh perhatian dan nutrisi lebih dibanding organ lainnya.
Seorang guru yg baik, hati nya akan dihadirkan dlm mengajar. Kehadirannya tidak
kosong, melainkan penuh dengan irama kemanusiaan dan kesahajaan. teknik apapun
dlm mengajar, materi apapun dlm mengajar akan memiliki kekuatan dahsyat melalui
hati yg terlatih.
Saat ini, hati jarang hadir atau dihadirkan oleh guru dlm
mengajar. Ada virus berbahaya bernama materialisme dalam dunia pendidikan.
Materi yg dipersepsikan dpt membuat semua berbhagia begitu dahsyat menghantam
kesetabilan hati. materi membuat hati enggan untuk hadir tanpa ditemani materi,
mengajar menjadi kaku, transaksional dan bhkan membodohkan. Materi mnjdi
prasyarat untuk keluarnya hati dari persembunyiannya, sehingga cinta guru
terhadap muridnya menjadi conditional love (cinta dg syarat).
Ajaran kita telah menunjukan bhwa ada 3 profesi yang tidsk
bole menerima bayaran; (1) ketika seorang murid meminta diajarkan ilmu, (2)
ketika seorang pesakitan meminta untuk diobati, (3) ketika seorang minta jntuk
didampingi permasalahan hukum yg menjeratnya.
Guru satu dari 3 profesi itu. Munafik adalah kata yg bisa
dikatakan bg para antagonist. hidup butuh uang, ibadah pun butuh materi, apapun
harus dg duit. Itu fakta. Bagi kita para pengajar dengan hati, uang itu
penting. Tapi ia bukan syarat untuk mengajar. Ia hanya bonus untuk mengarungi
kehidupan yg dihadapinya.
MENGAJAR DENGAN HATI
MENGAJAR DENGAN HATI
“Betapa bahagianya menjadi seorang guru yang tampil
penuh kharisma dihadapan siswanya. Sosok guru yang selalu dirindukan
kedatangannya, diamnya disegani, tutur katanya ditaati, dan kepergiannya
ditangisi.”
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”( UU Sisdiknas pasal 1
ayat 1 )
Pendidikan adalah sebuah dunia yang lahir dari rahim kasih
sayang. Pendidikan harus berlangsung dalam suasana kekeluargaan dengan pendidik
sebagai orang tua dan anak didik (murid) sebagai anak. Pendidikan dilakukan
dengan hati lewat ungkapan rasa kasih sayang (love), keikhlasan (sincerely),
kejujuran (honesty), keagamaan (spiritual), dan
suasana kekeluargaan (family atmosphere). Guru
tidak dibatasi waktu dan tempat dalam mendidik siswa, sebagaimana orang tua
mendidik anaknya. Guru harus ikhlas dalam memberikan bimbingan kepada para
siswanya sepanjang waktu. Demikian pula tempat pendidikannya tidak terbatas
hanya di dalam ruang kelas saja, dimanapun seorang guru berada, dia harus
sanggup memainkan perannya sebagai seorang pendidik yang sejati. Fenomena ini
yang kini hilang dari sistem pendidikan nasional kita sekarang.
Mulai meredupnya nuansa kasih sayang dalam interaksi antara
guru dengan siswa telah melahirkan sikap guru yang lebih suka menghukum
daripada tersenyum. Guru lebih suka menghardik daripada bersikap empatik. Guru
yang baik adalah guru yang melandasi interaksinya dengan siswa diatas
nilai-nilai cinta dan kasih sayang. Dengan cintalah akan lahir keharmonisan.
Diera globalisasi yang selalu mengedepankan emosi di sisi hati, ditengah
mewabahnya kekeringan sosial dan krisis kesantunan moral, maka sebuah
keniscayaan bagi guru untuk merevitalisasi penanaman sikap santun dan keramahan
di sekolah sebagai lembaga rekayasa sosial. Seperti yang katakan oleh pakar
pendidikan kita Arif Rahman bahwa diera reformasi yang serba kebablasan ini
guru harus mengajar muridnya dengan hati (cinta dan kasih sayang) bukan emosi.
Sikap cinta dan kasih sayang seorang guru tercermin melalui
kelembutan, kesabaran, penerimaan, kedekatan, keakraban, serta sikap-sikap
positif lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya, khususnya dengan para
siswa. Sosok guru yang selalu menebar kasih sayang pada siswa akan melahirkan
sebuah kharisma. Siswa akan mencintai guru dengan cara mengidolakannya, serta
menempatkan dia sebagai sosok yang berwibawa dan disegani. Cinta adalah sikap
batin yang melahirkan kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreativitas, serta
tawakkal. Jaring-jaring cinta yang kita tebar dengan penuh keikhlasan akan
tersambut positif oleh siswa. Sesuai dengan kalimat hikmah “Siapa menanam,
dialah yang akan memetik hasilnya.”
Respon balik dari rasa cinta siswa bisa terwujud melalui
sikap-sikap positif. Misalnya penghormatan, kepatuhan, motivasi belajar,
kecintaan terhadap tugas, dan rasa ingin selalu menghargai guru yang
dicintainya. Dengan sikap-sikap seperti ini maka siswa akan merasakan bahwa
belajar sudah bukan lagi sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan bahkan
keasyikan. Maka akan muncul gairah untuk berprestasi didalam jiwa siswa. Namun
dalam realita dilapangan , ungkapan rasa cinta guru tidak mudah ditangkap oleh
siswa. Mengungkapkan kata cinta tidak semudah mengucapkan. Dibutuhkan kiat dan
seni tersendiri agar sinyal cinta guru dapat dipahami siswa.
Bagaimana mewujudkan Mengajar dengan hati di sekolah? Ada
beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru:
Kelembutan sikap
Modal utama cinta salah satunya adalah kelembutan sikap.
Kelembutan akan melahirkan cinta, dan perasaan cinta akan semakin merekatkan
hubungan antara guru dengan siswanya. Bila seseorang mencintai sesuatu, pasti
ia akan berperilaku lembut terhadap sesuatu yang dicintainya tersebut. Jika
siswa selalu menemukan kelembutan setiap kali berinteraksi dengan guru, maka
siswa akan meyakini bahwa gurunya memang mencintai mereka. Hampir semua guru
berkeinginan untuk mencintai dan dicintai siswanya. Namun tidak semua guru
berhasil melakukannya. Kiat-kiat untuk melembutkan hati guru: pertama,
jangan pernah ragu menyatakan “aku juga mencintaimu” terhadap siswa.
Menurut Gary Chapman, semua tingkah laku anak adalah “bahasa
cinta.” Dari tingkahnya yang beraneka rupa ,anak mengharap respon positif dari
orang dewasa. Oleh karena itu kita tidak boleh tergesa-gesa
menstempel/cap hitam terhadap anak yang bertingkah polah negatif, tetapi
segeralah kita menangkap pesan cinta dari anak tersebut. Disinilah muasal
hati menjadi lunak dan lembut. kedua, nyatakan “aku hadir demi
kamu.” Jika guru menganut filsafat ini maka, bagaimanapun karakter siswa yang
dihadapi, guru akan mampu menerima dan menghadapinya dengan bijak. ketiga,
nyatakan “akulah sahabatmu.” Apabila ada teman yang selalu setia bersama kita
di kala susah atau senang, maka dialah teman sejati. Guru jangan jadi model
“polisi” yang akan menjadi teman dinas bagi siswanya. Sebagai teman sejati guru
harus mampu menciptakan komunikasi “pemecah es” untuk memecahkan kebekuan
suasana dalam berinteraksi dengan siswa.
Memenej Emosi
Guru harus pandai memenej emosinya secara baik dan canggih.
Jangan sampai mencampuradukan persoalan pribadi dengan masalah sekolah. Bila
guru ingin meluapkan emosi yang sulit dibendung dihadapan siswa, hendaklah
dengan cara duduk, jangan dengan berdiri apalagi dengan berkacak pinggang. Bila
amarah belum reda, cobalah dengan berbaring sejenak, dan bila dengan berbaring
masih belum mampu mengendalikan perasaan marah maka, hendaklah mengambil air
wudhu /cuci muka. Api amarah akan padam mereda bila disiram dengan air.
Hindari Prakonsepsi Negatif ( Su’udzanisme)
Dalam menghadapi siswa yang bikin ulah dikelas, selaiknya
guru jangan mudah terbawa arus emosional yang bersifat negatif. Stempel atau
cap negatif akan menyebabkan hubungan guru dan murid menjadi tersekat, tidak
netral, bahkan penuh dengan prakonsepsi negatif. Untuk menghindari hal seperti
itu guru harus mampu menjadi sosok yang pemaaf. Seorang guru harus memahami
bahwa anak berbuat kesalahan lebih karena dorongan naluri kekanak-kanakannya
ketimbang pertimbangan rasionalnya. Buatlah kondisi interasi kembali netral
dengan maaf.
Hadirkan mereka dalam doa
Guru adalah orang tua kedua bagi anak. Maka, hendaklah guru
berusaha berbuat sebagaimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Mendoakan
anak secara rahasia merupakan keniscayaan bagi guru yang kini banyak
terlupakan. Guru selain sebagai pengajar dan pendidik serta yang tidak kalah
pentingnya adalah menjadi pendoa bagi anak didiknya.
Sejalan dengan pemikiran diatas, sebenarnya ada tiga hal
yang sangat dibutuhkan siswa disekolah. Pertama lingkungan
belajar yang aman dan nyaman, kedua sekolah sebagai rumah
kedua, dan ketiga komunitas teman sebaya. Lingkungan belajar
yang aman dan nyaman meliputi sarana dan prasarana fisik serta suasana belajar
yang enjoy learning. Belajar akan efektif jika berada dalam keadaan
yang menyenangkan. Berangkat dari rasa kegembiraan itulah maka akan bangkit
minat, adanya keterlibatan penuh, tercipta makna, adanya pemahaman atau
penguasan materi serta munculnya nilai yang membahagiakan.
Guru sebagai sosok yang pantas digugu dan ditiru, penting
menempuh pendekatan yang disertai dengan kelembutan terhadap anak didik.
Menurut Rudolf Dreikurs, ada beberapa langkah yang
harus ditempuh oleh guru untuk mengembangkan sekolah ramah anak. Pertama,
jadilah guru yang tidak lagi bertindak sebagai penguasa kelas atau mata
pelajaran, tetapi bertindaklah sebagi pembimbing kelas atau mata
pelajaran; kedua, kurangi kelantangan suara dan utamakan
keramahtamahan suara; ketiga, kurangi sebanyak mungkin nada
memerintah dan diganti dengan ajakan; keempat, hindarkan sebanyak
mungkin hal-hal yang menekan siswa; kelima, hal-hal yang menekan
diganti dengan pemberian motivasi terhadap anak sehingga bukan paksaan yang
dimunculkan, tetapi pemberian stimulus; dan keenam, jauhkan sikap
guru yang ingin”menguasai”siswa karena sikap yang lebih baik ialah
mengendalikan siswa. Hal yang terungkap bukan kata-kata mencela, tetapi
kata-kata guru yang membangun keberanian dan kepercayan diri siswa.
Sekolah merupakan miniatur kehidupan dalam masyarakat.
Karena itu, selain diberi pembelajaran dalam keseharian, para siswa juga diajak
mengembangkan aspek persaudaraan dan solidaritas antar teman sebagai bekal
kehidupan bersosisalisasi dalam hidup bermasyarakat. Pengembangan aspek
kemanusiaan ini bisa tercipta jika guru dapat menciptakan iklim pembelajaran
dikelas yang kondusif dengan menerapkan model-model pembelajaran yang menantang
siswa berfikir kritis dan kreatif. Lewat sekolah, siswa diajarkan rasa saling
menghormati dan mencintai perbedaan dalam segala bidang baik dengan teman, guru
dan masyarakat sekitar. Siswa tidak cukup hanya menerima perbedaan, tetapi
lebih penting lagi mencintai kebersamaan dalam perbedaan.
Mau dan mampukah guru menanam dan menyemai cinta di hatinya
untuk siswa-siswinya ? harus ! Karena keputusan seseorang menjadi seorang guru
haruslah memahami resiko-resiko yang akan ia hadapi sebagai orang yang
berprofesi sebagai pendidik, dengan semangat totatalitas kerja yang tinggi.
Selamat menebar pesona cinta untuk semua siswanya bagi sang pahlawan
cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar